Selasa, 16 Februari 2010

Mengapa Penyesalan Selalu Datang Belakangan??

Aku benar – benar larut dalam penyesalan yang tiada akhir. Kenapa penyesalan selalu datang belakangan? Kenapa? Ya tuhan, kenapa engkau ambil kakakku begitu cepat? Aku beum mempunyai kesempatan meminta maaf padanya. Ingin sekali aku menggugatmu tuhan… astaghfirullah.. maafkan hambamu yang hina ini, yang tidak pantas untuk menggugat kebesaranmu.
Tepat satu minggu yang lalu kakakku meninggalkan dunia yang fana ini menutup mata untuk selama – lamanya. Aku tak tahu ternyata penyakit yang diderita kakakku begitu parah, ah.. leukimia yang menggerogoti kekebalan tubuhnya. Saat itu aku tengah bersenang – senang memakai putaw bersama teman – temanku. Aku sempat dihubungi oleh ayah, kalau kakakku dibawa kerumah sakit, tapi apa peduliku,!! Aku benci, benci sekali dengan kakak! Aku muak!! Dia telah merebut segalanya dariku, kasih orang tua, perhatian kakek, hingga cinta kak bayu. Mengapa semuanya tertuju kepada kakak? Mengapa tak ada yang peduli padaku? Apasih istimewanya dia? Dia Cuma cewek ringkih, penyakitan dan sok alim. Sedangkan aku! Aku cukup cantik, gak penyakitan seperti dia! Tapi kenapa tidak ada yang peduli padaku? Ini sungguh tidak adil!!!.

“ Yah.. Cuma rangking tiga.. kapan ya aku dapat rangking satu..? nyebelin! Pasti Rima yang penyakitan itu kegirangan deh..kemarin aja IPnya 3,8. Waktu sekolah juga selalu dapat rangking satu. Kenapa sih aku tidak sepintar dia? Gerutuku dalam hati. Dengan gontai ku langkahkan kaki kekantin. Malas pulang kerumah, malas dibanding – bandingkan dengan kakak, malas melihat wajah – wajah sok suci mereka, malas...
“Bang, baksonya satu ya..” pesanku pada bang Jo sambil mencari tempat duduk yang kosong. Nama panjang bang Jo adalah Bejo Wibowo, tapi minta dipanggil Jo. Katanya sih biar kerenan dikit, ah... ada – ada aja!.
“Dim, selamat ya dapat rangking tiga, wah..dapat hadiah apanih dari Ortu?” Tanya Andien tiba – tiba sambil duduk disebelahku dan memesan bakso.
“Ah, dapat hadiah apaan? Paling entar dibanding – bandingin sama Rima sipenyakitan. Dulukan dia selalu dapat rangking satu. Aku pengin banget mengalahkan dia, tapi kayaknya dia terlalu sempurna!” Jawabku sambil makan bakso.
“Hei,hei.. jangan minder gitu donk!. Dibandingkan Rima, kamu lebih cantik kok, kamu juga supel. Dari pada BT, gimana kalau habis ini kamu ikut aku ke studio?
Aku ada pemotretan, sekalian entar aku kenalin sama Fotografernya. Siapa tahu kamu bisa menjadi artis top. Ini juga buat pembuktian ke orang tuamu kalau kamu lebih segala – galanya dari kakakmu, gimana?” tawar Andien. “Boleh juga tuh” jawabku menerima tawaranya.
Begitulah, sepulang sekolah aku mengantarkan Andien ke pemotretan dan aku dikenalkan dengan Mas Wahyu, sang fotografer. Kebetulan salah satu modelnya tidak dating. Alhasil aku yang disuruh untuk menggantikannya. Tanpa pikir panjang, akupun langsung menerima. Sejak saat itu pula aku dekat dengan mas Wahyu.
Seiring berjalanya waktu akupun akrab dengan Putaw melalui mas Wahyu yang telah menjadi kekasihku. Tak kudengar nasehat orang tua yang khawatir melihat perubahanku yang mulai sering pulang malam dan memakai pakaian ketat dan mini, tak jarang aku tidak pulang kerumah, rumah layaknya neraka bagiku, apalagi melihat wajah pucat Rima, wajah yang lemah dan sok suci.
Aku benar – benar heran dengan Rima, aku tahu persis bagaimana perasaannya pada kak Bayu, tapi kenapa cinta kak Bayu dia tolak? Ah, bodoh benar kakakku itu!. Sudah jelas – jelas mereka saling cinta, kenapa tidak diterima saja cinta kak Bayu? Aku yang dari dulu cinta sama kak Bayu malah bertepuk sebelah tangan, sampai sekarang aku masih mencintainya walaupun aku telah menjadi kekasih mas Wahyu.
Akhir – akhir ini aku semakin jenuh saja melihat penapilan Rima, baju yang tambah besar, dan jilbab yang tambah lebar. Apakah karena memang ukuranya yang besar atau tubuhnya yang semakin menyusut? Aku tak tahu pasti dan tak mahu tahu!.
Niali – nilai sekolahku berantakan, ah...bodo amat,yang penting aku bisa bersenang – senang. Apalagi sekarang aku sudah mempunyai penghasilan sendiri dari pemotretan. Aku senang melihat reaksi orang tuaku saat bertengkar denganku. Rasanya aku ingin membalas ketidak adilan mereka padaku, dan pada saat orang tuaku marah itulah aku merasa menang, walaupun menang dalam arti semu.

“Dim, bisa bicara sebentar?” ucap Rima kepadaku disuatu malam, aku menoleh sebentar. “ boleh “jawabku acuh tak acuh.
“ Ehmm,, Kakak perhatikan sekarang kamu berubah ya Dim, sebenarnya ada apa? Kamu punya masalah? Kalau ada, cerita aja sama kakak, barangkali kakak bisa Bantu” katanya sok perhatian.
Mual aku mendengarnya, kenapa sih ada orang sepertia dia. Berarti selama ini dia belum tahu apa penybab aku brutal kayak gini? Bushit!!
“gak usah munafik deh, pakai pura – pura gak tahu, kakak tahu? Aku benci sama kakak, benci!, benci! Kenapa sih kakak jadi pusat perhatian? Kenapa gak ada yang peduli padaku? Ayah, ibu, kakek, sampai mas Bayu. Semuanya tertuju pada kakak! Kenapa kak?” Jawabku dengan marah. Tiba – tiba saja aku mengeluarkan kata – kata
Itu tanpa mengontrol amarahku. Mungkin memang sekarang saatnya aku mengutarakan semua kekesalanku padanya. Sesaat kulihat wajahnya tampak kaget dengan pengakuanku.
“Dik Dima, kakak ga bermaksud begitu. Kamu tahu ? kakak begitu iri padamu, wajah yang cantik, tubuh yang sehat dan ga penyakitan kayak aku, punya banyak teman dan bebas berbuat apa saja yang kamu suka. Sedangkan kakak? Kakak Cuma bisa dirumah ditemani obat-obatan. Kamu harusnya bersyukur Dik, jangan malah menggunakan ini.............” kata Rima sambil mengacungkan sesuatu. Ah,putawku !!!
“Kak !! Kakak apa-apaan sih ?! Kakak bener-bener keterlaluan ya ! ga semestinya kakak berbuat kayak gini, ambil barang orang seenaknya .!” Teriakku marah. “Kakak tahu ini tidak sopan, kakak telah berani masuk kekamarmu tanpa ijin, tapi suatu saat kamu akan tahu kalau barang haram ini hanya akan merusak hidupmu dan kamu juga akan tahu kalau kakak sangat sayang padamu...............”
Aku tidak tahu apa lagi yang diucapkan Rima sambil menangis itu. Yang aku tahu,aku elah pergi meninggalkan neraka. Tega benar kakak ku yang sok suci itu, berani –beraninya ngacak-ngacak kamarku, mengambil putauku lagi. Aku ingin pergi dari tempat yang mengerikan itu sejauh-jauhnya dan aku tidak akan kembali lagi. Aku ingin terbang bebas seperti burung-burung di udara, ga akan ada lagi orang-orang yang membanding-bandingkanku dengan si penyakitan.
Sekarang aku hanya bisa menyesali kepergianku malam itu, ternyata malam itu adalah terakhir kalinya aku bertemu dengan kak Rima. Setelah aku pergi kak Rima jatuh pingsan dan sesampainya dirumah sakit nyawanya tak tertolong lagi,karena tanpa sepengetahuan keluarga ternyata jantung kak Rima lemah. Semua kenanganku denganya kembali berseliweran dari kepalaku. Saat kami berebutan boneka, saat menertawakan kak rima dengan puas ketika jatuh dari sepeda, saat aku minta digendong ayah, saat kami belepotan kena tepung ketika membantu ibu bikin kue, saat kami main petak umpet dengan kakek, saat...
Ah. Tenyata egitu banyak kenanganku denganya. Aku menangis tanpa kusadari, aku sangat sayang padanya, sangat sayang. Namun, mengapa hati ini selalu iri padanya?
Mengapa hati ini begitu mudah terbujuk oleah rayuan setan?
Tanpa sadar aku melangkah kaki ini kekamarnya. Aku menemukan buku diary di lacinya. Lalu kubuka perlahan dan kubaca kata demi kata, aku tergugu membaca tulisanya, tentang perasaannya kepada kak Bayu, tentang perasaanya padaku. Sekarang aku tahu alasannya kenapa dia gak mau pacaran dengan kak Bayu. Tenyata dia ingin menjaga perasaanku, karena dia telah tahu kalau aku pun mencintai kak Bayu. Belakangan aku ketahui selain untuk menjaga perasaanku, tenyata dia juga tidak ingin melanggar perintahnya, sehingga dia tidak maupacaran dengan kak Bayu.
Ternyata……… betapa dia menyayangiku.
Ternyata……… betapa dia tidak ingin meninggalkan dunia sebelum
melihatku mengenakkan jilbab seperti dirinya.
Ternyata……… betapa dia mencintaiku melebihi cintanya pada kak Bayu
Ternyata……… betapa sedih melihat kebrutalanku selama ini…
Ternyata……… betapa merindukan saat – saat bersamaku.
Ternyata……… !!!!!!!!!!!
Ah, mengapa penyesalan selalu datang belakangan? Kembali aku ingin menggugat Allah yang telah memanggilnya begitu cepat, tapi apalagi dayaku? Aku hanya manusia yang lemah, dan dia adalah sang penciptayang agung. Aku hanya bisa meratapi penyesalanku. Betapa aku menyesali semua ini, sekarang yang bisa aku lakukan hanyalah memenuhi keinginannya padaku agar aku mengenakan jilbab dan berubah. aku harap di tesenyum di surganya ketika melihat perubahanku. Tapi ada pertanyaan yang belum tejawab sampai saat ini, mengapa penyesalan selalu datang belakangan??

inspiring from http://theredsq.blogspot.com/

0 comments:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
Arsitek Peradaban Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template